Menjadi guru adalah cita-cita yang mulia, tanpa harus ada embel-embel swasta atau negeri. Toh mereka juga berasal dari pendidikan yang berbeda-beda. Ada yang berasal dari universitas negeri dan swasta ada pula yang berasal dari universitas di luar negeri. Persoalannya sekarang mengapa penghargaan yang diterima harus beda? Apakah seorang guru harus menjadi pegawai negeri dulu kalau ingin mendapatkan penghargaan yang lebih baik? Mana mungkin para generasi muda berkeinginan untuk menjadi seorang guru jika yang terjadi saat ini hanya kewajiban yang sama dan haknya berbeda?
Sebenarnya, nasib guru lebih banyak ditentukan oleh negara sebagai mediator pendidikan dengan sistem dan kontrol manajemen yang telah ditetapkan dalam Sisdiknas, realitanya pemerintah berperan ganda antara melayani dan mengatur baik mulai dari yang sifatnya menganjurkan sampai yang memaksakan. Apakah hal ini karena negara menganggap hanya mereka yang memiliki kompetensi dan layak mengajar atau memang sebagai warisan nenek moyang yang tidak bisa diganggu gugat. kompetensi yang harus dimiliki guru sebelum mereka boleh mengajar telah dipaten dengan Kualifikasi akademis, sertifikasi, kemampuan sosial dan keterampilan pedagogis namun syarat mutlak yang harus dipenuhi adalah kelayakan akademik (ijazah S1 plus Akta IV) padahal kadang kadang ijazah itu bisa didapat tanpa harus susah payah kuliah sebelum terbitnya peraturan baru dari kemenristek dan BANPT.
Didalam UUD 1945, tidak pernah ada perbedaan antara guru negeri dan guru swasta. Tapi tetap saja dalam kenyataannya masih ada jurang pemisah antara guru negeri dan guru swasta. Kalau guru PNS sudah mendapatkan perhatian yang lebih dari pemerintah dalam bentuk tunjangan, akan terasa lebih bijak jika program sertifikasi menjadi porsi utama bagi guru swasta.
Sehebat apapun sistem pendidikannya, jika guru masih terbebani hal hal lain yang tidak berkaitan dengan profesinya maka hasilnya tidak akan maksimal. Ada beberapa kalimat patut direnungkan yang diucapkan salah seorang guru besar Universitas Kebangsaan Malaysia saat datang ke Jakarta "Di Indonesia sebenarnya gurunya pintar-pintar jika dibandingkan dengan Malaysia, lalu kenapa pendidikan disana lebih maju, karena saat mengajar dalam benak kami tidak ada pikiran aduh gimana besok, sehingga kami benar-benar bekerja keras untuk pendidikan", kira-kira begitu isi kalimat yang disampaikan, Jadi di Malaysia saat guru gurunya mengajar sudah tidak ada lagi pikiran "aduh gimana besok", dan saya yakin maksudnya adalah agar guru saat mengajar lebih optimal, konsentrasi, dan tidak terbawa oleh imajinasi persoalan selain mendidik dan mengajar, untuk mengatasinya diperlukan langkah langkah tersendiri.
Era globalisasi di Indonesia sudah mulai, jadi Guru berkualitas pun sudah merupakan tuntutan dalam pendidikan nasional. Lalu seperti apa guru berkualitas itu? Tentu yang mengajarnya dimengerti siswa, wawasan keilmuannya baik, dan menjadi suri tauladan bagi pendidikan moral siswanya. Jika melihat fenomena yang ada, tentu meningkatkan kulitas guru di sekolah bukan hal yang mudah, tetapi setidaknya saya punya renungan pemikiran berikut:
- Kesejahteraan guru sudah menjadi hal yang wajib untuk diperhatikan, agar nilai tawar guru lebih besar dalam tatanan republik ini. Artinya, jika suatu waktu ekonomi Indonesia membaik, wajar jika guru ditingkatkan kesejahteraanya. Di Negara-negara yang pendidikan maju seperti Jepang, Malaysia atau Singapura gaji guru lebih utama di bandingkan pegawai yang lain.
- Dalam seleksi CPNS Guru hendaknya juga diuji bagaimana cara menyampaikan materi pelajaran pada siswa, jika memang kurang baik mengajarnya, meskipun tes tulis lulus lebih baik digagalkan. Atau, jika seleksi dosen ada tes psikotes, mengapa pada seleksi guru tidak dilakukan.
- Sertifikasi guru dan pembinaan guru perlu dilakukan secara rutin, terutama bagi pengajar baru atau pengajar lama yang memang banyak dikeluhkan oleh siswa kurang baik mengajarnya. Pemerintah dalam hal ini Depdiknas harus tegas, jika guru tersebut tidak bisa mengajar, lebih baik dipindahkan di bagian lain. Jadi, Depdikas sebaiknya memiliki seksi yang memonitoring kualitas guru. Hal ini belum lagi mengitung sibuknya menyiapkan pemberkesan sertfikasi yang sangat menyita waktu bahkan sampai harus mengorbankan jam mengajar di sekolah mengingat pemberkasan biasanya dideadline jangkan waktu H-2 hari sudah harus disetor, saya juga tidak faham logika berfikirnya kok seperti itu.
- Fasilitas sangat mendukung keberhasilan sistem pendidikan. Jika Pemerintah serius terhadap pendidikan, maka fasilitas harus diperbaiki dan dibantu secara adil dan merata bukan malah mendahulukan sekolah yang negeri saja akan tetapi perhatikan mana sekolah yang lebih membutuhkan, perlu surve kelayakan bukan kedekatan atau bisikan dari pemilik jatah jatah bantuan pada dinas yang berwenang.
Seorang guru PNS sudah pasti mempunyai masa depan, ada gaji pokok, tunjangan profesi, tunjangan kesehatan, tunjangan anak/istri dan tunjangan pensiun, tapi bagi guru swasta tunjangan apa? Guru swasta terlalu terjebak dengan kalimat pahlawan tanpa tanda jasa, apapun kondisinya tidak perlu dirisaukan yang penting bersedia menjadi guru itu sudah lebih dari cukup. Mengapa banyak guru kurang optimal mengajar di kelas?. Coba renungkan seleksi guru PNS yang hanya mengandalkan ijazah S1 dan Akta IV. calon guru hanya diuji tes tertulis, kemudian wawancara. Lalu apakan pernah diuji cara mengajar atau meyampaikan materi pelajaran?. Ini juga salah satu kelemahan sistem seleksi guru kita di Indonesia, yang membuat guru mengajar kurang optimal, karena terlalu percaya bahwa yang punya Akta IV bisa mengajar, saya yakin itu tidak semuanya hebat dan bisa mengajar!.
Dari pengalaman mengajar bisa kita simpulkan dari sekian banyak siswa di kelas ada berapa karakter yang beda, kemampuannya beda, latarbelakangnya beda, kecerdasannya beda, sifatnya beda, daya ingatnya tidak sama, kedisiplinannya beda, ahklaknya juga beda, ekonominya beda, semangatnya juga beda dan bahkan perhatian orang tuanya juga tidak sama, situasi ini seharusnya menjadi inspirasi normatif bagi guru untuk memecahkan persoalan siswa namun apa mungkin seorang guru sempat berfikir tenang dirumah kalu masih pusing dengan urusan keluarga. Dalam tataran konsep/teori dan secara manusiawi hal itu dijamin tidak akan pernah terjadi selama sistem pelayanan pemerintah terhadap guru itu tidak sama. Namun firasat penulis justru berbanding terbalik sebab konsep Islam yang ditawarkan lebih mengedepankan motivasi keikhlasan bukan mutivasi finansial ya tergantung cara pandang individu guru dalam memaknai sebuah nilai perjuangan mendidik sebagai profesinya, Cuma alangkah baiknya jika pemerintah lebih mempertimbangkan hal itu sebab yang terjadi dalam dunia pendidikan memang seperti itu, katanya education for all tetapi mana buktinya?. Kalau pendidikan untuk semua berarti tidak boleh ada calon siswa yang tidak diterima dalam penerimaan siswa baru, terutama di sekolah negeri, kenyataan lapangan semua sekolah sekolah negeri tetap mempertahankan akurasi hasil seleksi jadi mereka yang tidak lulus dipersilahkan untuk masuk ke sekolah swasta, kecuali sekolah negeri yang berada di pinggiran yang statusnya tidak jauh beda dengan sekolah swasta, tanpa seleksipun juga bisa masuk. Jika pemerintah sudah mengatakan education for all maka lebih menggembirakan lagi kalau kalimat itu dilanjutkan dengan and all for education artinya dari semua sector pendapatan pemerintah lebi diprioritaskan pada pelayanan sarana pendidikan agar dinegeri ini tidak ada berita tentang lembaga pendidikan yang tidak layak pakai dan itupun jangan hanya prioritas negeri saja sebab standar sarana merupakan salah satu amanat system pendidikan nasional yang paling berperan terhadap kualitas dan peningkatan mutu siswa.
Malaysia jika dibanding dengan Indonesia dibidang ekonomi, politik, budaya, dan pendidikannya masih jauh lebih baik Malaysia. Padahal menurut catatan sejarah Indonesia lebih dulu merdeka daripada Malaysia tetapi kenapa kemajuannya jauh tertinggal? Kunci utama yang digarap dahulu oleh Malaysia adalah sector pendidikan, ciptakan anak anak bangsa yang cerdas dan terampil, sekolahkan anak kita ke luar negeri sebanyak mungkin, bawalah ilmu mereka ke negeri kita dan kembangkan hasilnya dinegara ini, dan konsentrasikan semua bidang pada urusan pendidikan sebab pendidikan adalah kunci utama kesuksesan, semangat ini telah membuktikan pada situasi yang ada saat ini di negeri jiran tersebut. Coba lihat bagaimana ekonominya disana, berapa banyak warga Negara Indonesia mencari nafkah disana? Bagaimana budaya dan peradabannya? Dan sector sector lain yang berkembang pesat disana, kita tidak boleh iri, tetapi kita harus mencari apa latar belakang kesuskesan ini? Dalam kaca mata analisis penulis kesuksesan mereka adalah karena telah menerapkan education for all and all for education (pendidikan untuk semua dan semua untuk pendidikan) beda dengan dinegeri ini, karena di Indoensia sudah menerapkan pendidikan untuk semua tetapi tidak semua bisa mendapatkannya. Wallahu A’lam bisshawab.