Rasanya perlu diapresiasi respon positif Gubernur Jawa Timur terhadap instruksi presiden nomor 09 tahun 2016 tentang revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan yang sebenarnya sangat selaras dengan keputusan kementerian pendidikan dan kebudayaan tentang pelimpahan sebagian urusan pemerintah bidang pendidikan kepada Gubernur dalam penyelenggaraan dekonsentrasi[1] oleh sebab itu Pemerintah propinsi melalui dinas pendidikan dan kebudayaan Jawa timur merekomendasikan bidang pembinaan pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan mengambil langkah langkah kongkrit untuk melaksanakan revitalisasi dengan tema kegiatan “Penguatan Pendidikan Menengah Kejuruan” di hotel victory malang, jln raya junggo no 107 tulung rejo kota batu. Kegiatan ini menurut informasi faktual diperkirakan membutuhkan waktu sampai 10 tahap gelombang kegiatan[2] mengingat jumlah SMK di Jawa Timur yang sangat banyak sehingga harus dilaksanakan secara bertahap.
Tujuan kegiatan ini hakekatnya adalah mensinergikan antara masing masing stakeholder agar memiliki satu visi dan persepsi yang sama terhadap kualitas dan pemanfaatan lulusan SMK, baik pemahaman pada tingkat satuan pendidikan maupun instansi terkait sebagai calon pengguna lulusan untuk mengembangkan ilmu dan memanfaatkannya. Orientasi pendidikan sebelumnya masih banyak berbasis output, cukup kita antarkan pada kelulusan, sekarang pendidikan SMK sudah mulai di orientasikan pada kekuatan yang berbasis outcame, tidak cukup mereka hanya sekadar lulus tapi sampai pada bagaimana dan dimana mereka bisa mengembangkan ilmunya, di dunia kerja, usaha, atau kuliah, artinya pihak tingkat satuan pendidikan tidak boleh putus cinta dengan alumninya, ia harus selalu mengupayakan alternatif alternatif untuk meraih masa depan mereka. Ide dan gagasan ini memang muncul dari pemerintah yang sejatinya untuk menanamkan jiwa mandiri pada anak anak lulusan SMK, hampir terlihat sacara kasat mata perbedaan lulusan SMA dan SMK, secara garis besar menurut asumsi penulis lulusan SMA sebagai kader anak bangsa yang dipersiapkan untuk melaju ke bangku kuliah, sedangkan lulusan SMK diposisikan sebagai kader anak bangsa yang harus siap kuliah dan siap kerja. Nah perbedaan ini telah direspon positif pemerintah melalui instansi berwenang dengan mengadakan kegiatan penguatan diatas yang diteruskan kepada cabang dinas masing masing kabupaten atau kota, namun tahap win win solution ini -menurut penulis- masih di hulu saja sedangkan di hilir mash belum ada langkah kongkrit, misalnya pemerintah dalam peta rekrutmen CPNS masih belum bisa memberikan porsi lebih bagi lulusan SMK sesuai kompetensinya, ini yang dimaksud penulis bahwa pemerintah masih hanya membidik hulu sementara di hilir dibiarkan mengalir, akibatnya banyak satuan pendidikan yang merasa resah dengan persaingan global, belum lagi ditambah dengan sejumlah persoalan terkait anggaran pasca alih layanan yang berimbas pada dicabutnya BOSDA pada sejumlah daerah tertentu.
Proses pelaksanaan kegiatan penguatan yang melelahkan diatas, disamping memomitivasi kesadaran pada setiap satuan pendidikan juga menyisakan sekelumit persoalan. Persoalan ini secara khusus dialami oleh peserta penguatan tahap IX seperti yang dirasakan oleh teman teman rombongan dari lumajang dan bahkan diantara teman teman sempat menyatakan “sebenarnya kegiatan ini bisa optimal, mudah dan sangat sederhana serta akan bermanfaat jika di diaktualisasikan dalam bentuk take and give, sharing kegiatan, menyenangkan, dan mengedepankan basis layanan” penulis akan mencoba merefleksikan data data faktual kegiatan berdasarkan hasil temuan lapangan sebagai fied back dari sekian rangkaian kegiatan selama pelaksanaan kegiatan.
Berdasarkan jadwal kegiatan penguatan program pendidikan menengah kejuruan tanggal 6-8 agustus 2018 di hotel victory yang setidaknya meliputi sembilan (9) item materi kegiatan mulai dari pembukaan sampai pada penutupan, jika dirinci bahan materinya adalah sebagai berikut: pembukaan, kebijakan dan kegiatan bidang pemdik, informasi kebijakan direktorat SMK, penjelasan juknis BOS, sosialisasi aplikasi takola, administrasi perpajakan, akuntabilitas pengelolaan bantuan, diskusi dan evaluasi proram, dan penutup. Dari sekian struktur kegiatan, pemaparan yang mungkin dianggap relevan dan konsisten adalah :Pertama, soal administrasi perpajakan, isi materi cukup bagus dan ada berbagai tambahan ilmu perpajakan yang agak berbeda dengan informasi perpajakan selama ini seperti pembelian yang sudah dipungut pajak di toko yang bersangkutan tidak perlu dibayar lagi pajaknya. Kedua, informasi kebijakan direktorat SMK yang intinya tentang regulasi baru bagi sekolah yang berhak mendapat bantuan minimal siswanya diatas dua ratus enam belas, bahkan sempat ada pertanyaan yang menyangkut keadilan dan perlunya keberpihakan pemerintah pada sekolah sekolah kecil, karena bagi sekolah kecil ”jangankan untuk mengembangkan, untuk mempertahankannya saja sudah sulit kok masih belum mendapat perhatian melalui program bantuan dari pemerintah”. Ketiga, sosialisasi aplikasi takola yang lebih berorientasi pada praktik pengelolaan aplikasi takola dan seharusnya yang paling pas pesertanya adalah operator. Ke-empat, tentang akuntabilitas pengelolaan bantuan utamanya BOS yang rencananya akan menggunakan aplikasi pengelolaan BOS, sebab salah satu penyebab lambatnya pencairan BOS dipicu oleh laporan yang sering terlambat, seharusnya pesertanya adalah bendahara sekolah selaku pengelola BOS dibawah komando kepala sekolah. Selebihnya hal hal yang dipaparkan pada kegiatan penguatan menurut penulis masih belum sesuai dengan rancangan kegiatan yang disusun dalam pedoman, seperti adanya pemaparan informasi tentang Bursa Kerja Khusus (BKK) yang tidak tertera dalam jadwal kegiatan, ada juga pemaparan tentang informasi kebijakan kurikulum yang pernah berlaku mulai dari CBSA sampai K-13 walaupun juga tidak terencana dalam jadwal kegiatan.
Mari kita coba analisa secara sederhana secara internal dan external, faktor internal yang dimaksud penulis adalah penetapan bahan materi kegiatan yang –menurut penulis- kurang integratif , cakupan wilayah kerja yang terpecah pecah seperti ada materi yang menjadi wilayah kerja kepala sekolah, ada yang untuk bendahara sekolah selaku pengelola bos, dan ada pula yang untuk operator sekolah, sementara peserta yang diundang hanya kepala sekolah, padahal disajian materi kegiatan ada yang menjadi wilayah kerja bendahara dan operator sehingga tidak efesien dan optimal, menurut penulis faktor ini yang paling dominan persoalannya seperti konsistensi paparan yang tidak sesuai rencana, bahan materi kegiatan tidak fokus pada wilayah kerja kepala sekolah dan lain lain, sedangkan faktor externalnya adalah unsur unsur luar yang tidak bisa dilibatkan secara langsung dalam kegiatan karena memang tidak diundang seperti bendahara bos, operator sekolah, dan fasilitas layanan kegiatan yang mungkin dirasakan kurang oleh teman teman, contoh faktor ini seperti pada bahan materi kegiatannya justru lebih pas disajikan pada pengelola keuangan bukan kepada kepala sekolah misalnya materi tentang pajak, materi tentang BOS, dan ada pula materi yang lebih pas kalau disajikan kepada operator atau TU sekolah seperti materi tentang Tata Kelola (TAKOLA) dan lain lain. Wallahu a`lam bisshawab.
[1] Lihat Peraturan Menteri Pendidikan & Kebudayaan no 03 tahun 2008
[2] Lihat SK Dinas Pendidikan Jatim no 005/4773/101.3/2018